Menyebut kata mudik, bayangan masa kecil menerawang di atas kepala.
Riuh rendahnya atau tepatnya bisingnya suara bedug di masjid yang dipukul tepat jam 12 malam sehabis tadarusan, yang tujuannya membangunkan orang untuk sahur, walaupun kenyataannya belum waktunya. Bahkan kadang-kadang saking gaduhnya menyebabkan pak kyai marah. Hal tersebut masih jelas tergambar di dalam ingatan. Setelah capek memukuli bedug dengan sekuat tenaga lalu pulang untuk makan sahur. Ya, waktu masih jam 1, tidak seperti sekarang waktu sahur dihabiskan sampai imsak. Kemudian kembali lagi ke masjid untuk meneruskan tidur sampai pagi.
Mudik adalah pulang.Pulang ke orang tua. pulang ke saudara sanak famili. Pulang ke kampung halaman. Pulang dengan segenap rindu dendam. Walau di hati ada beban. Tak bisa bahagiakan orang tua, tak bisa berbuat banyak untuk saudara sanak familinya. Tak punya andil bagi kampung halamannya.
Orang tua, saudara sanak famili, kampung halaman adalah tempat di mana kita pulang.
Seperti saat ditanya apa fungsi rumah. Selain jawaban yang sangat normatif menurutku rumah adalah tempat kita pulang.
Orang tua, saudara sanak familì, kampung halaman adalah adalah 'rumah' tempat kita pulang setelah pergi ratusan kilo meter mencari nafkah. Itulah mudik.
Aku juga akan mudik, insya Alloh.